Bab 2: Kenangan yang Tak Terlupakan
Ji-yoon terbangun dari mimpi buruk, matanya masih penuh dengan jejak air mata yang belum sempat dikeringkan semalam. Dalam ketidakpastian yang tak kunjung mereda, ia bergumam nama Soo-min di dalam kamar kosongnya. Sebuah foto bersama Soo-min berdiri di atas mejanya, menyala oleh sinar matahari pagi yang mulai menyusup ke dalam jendela.
Setelah membuka lembaran buku harian miliknya, Ji-yoon melihat setiap halaman yang terisi dengan tulisan tangan Soo-min. Mereka pernah berbagi segala rahasia di sana, dan sekarang buku itu menjadi saksi bisu dari kenangan yang tak terlupakan.
Pada hari-hari sekolah yang sulit, Ji-yoon merenung di bangku kantin yang sepi, menikmati bekal yang Soo-min selalu menyiapkan untuknya. Soo-min, dengan senyum cerahnya, selalu memberikan semangat dan membuat Ji-yoon merasa bahwa tak ada hal yang tak bisa diatasi bersama.
Namun, dalam kenangan manis itu, terdapat bayangan kecelakaan tragis yang menakutkan. Ji-yoon teringat suara derap langkah mereka di koridor, senyuman Soo-min yang terangkat tinggi di dalam mobil, dan kemudian, keheningan yang mendalam. Ji-yoon merasakan getaran bumi yang mengguncang hatinya saat ia menyadari bahwa sosok yang selalu bersamanya telah pergi selamanya.
Di sekolah, Ji-yoon semakin terasing. Teman-teman sekelas yang dulu dekat dengannya, kini menjaga jarak, merasa takut menyentuh luka yang masih segar. Namun, Ji-yoon juga tidak mampu membuka hatinya pada mereka. Ruang kelas yang penuh dengan tawa dan keceriaan yang dulu, sekarang terdengar hampa dan sepi.
Suatu sore, Ji-yoon pergi ke taman sekolah tempat mereka sering duduk bersama. Di sana, ia menemukan sejuta kenangan yang hidup, dari tawa lepas hingga tangisan bersama. Kini, taman itu hanya menyisakan keheningan dan dedaunan gugur yang turun perlahan.
Bab kedua ini memperdalam luka Ji-yoon, mengeksplorasi momen-momen yang membuatnya terusik di antara kenangan manis dan kejadian tragis. Melalui nostalgia dan rasa kehilangan yang semakin menggigit, pembaca merasakan intensitas emosi yang terus tumbuh dalam perjalanan Ji-yoon.