PSIKOLOGI LINGKUNGAN
A. Latar Belakang Sejarah Psikologi Lingkungan
Kurt
Lewin yang pertama kali memperkenalkan Field Theory yang merupakan
salah satu langkah awal dari teori yang mempertimbangkan interaksi
antara lingkungan dengan manusia. Lewin juga menhgatakan bahwa tingkah laku adalah fungsi dari kepribadian dan lingkungan, sehingga dapat diformulasikan menjadi :
T L= f(P.L)
TL = tingkah laku
f = fungsi
P = pribadi
L = lingkungan
Berdasarkan
rumusan tersebut, Lewin mengajukan adanya kekuatan-kekuatan yang
terjadi dalam interaksi antara manusia dan lingkungan. Masing-masing
komponen tersebut bergerak suatu kekuatan-kekuatan yang terjadi di dalam
medan interaksi, yaitu daya tarik dan daya mendekat dan daya tolak dan
daya menjauh.
Lalu
pada tahun 1947, Roger Barker dan Herbert Wright memperkenalkan istilah
setting perilaku untuk suatu unit ekologi kecil yang melingkupi
perilaku manusia sehari-hari. Istilah psikologi arsitektur pertama kali
diperkenalkan ketika diadakan konferensi pertama di Utah dan jurnal
profesional pertama yang diterbitkan pada akhir tahun 1960-an banyak
menggunakan istilah lingkungan dan perilaku. Baru pada tahun 1968,
Harold Proshansky dan William Ittelson memperkenalkan program tingkat
doktoral yang pertama dalam bidan psikologi lingkungan di CNUY (City
University of New York) (Gifford, 1987).
Selama
tahun 1970-an dan 1980-an tidak banyak teks diakui XX awal abad ke
penulis as-to-be-disebutkan pelopor lingkungan senilai psikologi. Memang,
karya-karya Kaminski (1976), Graumann (1976) dan Kruse & Graumann
(1987) adalah yang pertama untuk serius mengeksplorasi bahwa awal
periode, mendirikan perbedaan antara kelahiran pertama pada awal abad
dan kelahiran kedua selama 1960-an. Dalam karya-karya mereka, Hellpach dikatakan yang pertama menggunakan istilah Psikologi Lingkungan.
Sebuah serupa mencari akar disiplin dapat ditemukan di beberapa teks dari buku yang disusun oleh Jiménez Burillo (1981). Namun, seperti dari 1990-an, ada sejumlah literatur yang berkembang entah bagaimana merujuk kembali ke ini lalu terpencil. Bell,
Fisher, baum dan Teman-buku Greene (1996) disebutkan karya-karya dari
Gulliver geografer (1908) dan Trowbridge (1913) sebagai pelopor pemetaan
kognitif. Demikian juga, dalam Perancis dan tradisi Inggris-apa yang disebut "klasik sejarah" (Pol, 1988, 1993) - Philipe Image Mentale (1904) dan karya-karya Bartlett (1932) adalah diakui sebagai perintis tren kemudian menuju "lingkungan kognisi "(Lee, 2003).
B. Definisi Psikologi Lingkungan
Definisi
Psikologi Lingkungan memiliki beragam batasan. Heimstra dan Mc Farling
(dalam Prawitasari,1989) menyatakan bahwa psikologi lingkungan adalah
disiplin yang memperhatikan dan mempelajari hubungan antara perilaku
manusia dengan lingkungan fisik.
Gifford (1987) mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai studi dari transaksi diantara individu dengan seting fisiknya.
Proshansky,
Ittleson, dan Rivlin (dalam Prawitasari,1989) menyatakan bahwa definisi
yang kuat tentang psikologi lingkungan tidak ada. Mereka mengatakan
bahwa psikologi lingkungan adalah apa yang dilakukan oleh psikolog
lingkungan.
Vietch
dan Arkkelin (1995) mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai ilmu
perilaku multidisiplin yang memiliki orientasi dasar dan terapan yang
memfokuskan interelasi antara perilaku dan pengalaman manusia sebagai
individu dengan lingkungan fisik dan sosial.
Psikologi
lingkungan adalah ilmu kejiwaan yang mempelajari perilaku manusia
berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan
sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam. Dalam psikologi
lingkungan juga dipelajari mengenai kebudayaan dan kearifan lokal suatu
tempat dalam memandang alam semesta yang memengaruhi sikap dan mental
manusia.
Apabila kebudayaan dan kearifan lokal kita pahami sebagai perjuangan manusia untuk mempertinggi kualitas hidupnya, maka mawas diri akan menjadi inti pokok dari pelajaran psikologi lingkungan.
Soedjatmoko, seorang ahli
sosiologi, mengungkapkan harapannya untuk mengangkat mawas diri dari
tingkat moralisme semata-mata ke tingkat pengertian psikologis dan
historis dan mengenai perilaku manusia. Dalam hal ini beliau memberikan
pengertian tentang moralisme dan perilaku seseorang sangat dipengaruhi
oleh psikologis historis suatu lingkungan, tempat orang tersebut bersosialisasi dengan masyarakat binaannya.
Sementara
Hardjowirogo, seorang antropolog, menulis bahwa tidak ada jaminan akan
keefektifan mawas diri. Ungkapan itu telah surut menjadi sekadar
penghias buah bibir. Perubahan zaman telah membawa pula fungsi mawas diri menjadi pengucapan belaka.
Sebagai
contoh, tengok saja yang terjadi di zaman sekarang. Kini, banyak orang
yang tinggal didalam lingkungan baik dan religius, namun perilakunya
sangat tidak mencerminkan lingkungan tempat dia tinggal. Meskipun orang
tersebut sangat kenal dengan moral yang baik, belum tentu orang tersebut
akan berlaku baik. Karena ternyata lingkungan sosial di zaman sekarang
tidak bisa membentuk pribadi seseorang. Seseorang bisa saja tinggal
dalam lingkungan pesantren yang selalu diajarkan akidah dan akhlak yang
baik. Namun, sifat dasar manusia selalu penasaran dan ingin mencari
kebenaran sendiri dengan mencari perbandingan sendiri.
C. Ruang Lingkup Psikologi Lingkungan
Ruang
lingkup Psikologi lingkungan lebih jauh membahas tentang rancangan
(design), Organisasi dan Pemaknaan. Ataupun hal yang spesifik seperti
ruang, bangunan, ketetanggaan, rumah sakit dan ruangnya serta
setting-setting lain pada lingkup bervariasi (Proshansky, 1974).
Jenis-jenis
lingkungan di dalam sosiologi lingkungan yang beberapa di antaranya
juga banyak digunakan dalam psikologi lingkungan adalah (Sarwono, 1992):
1. Lingkungan Alamiah (Natural Environment) seperti : lautan, hutan, dsb
2. Lingkungan Binaan / Buatan (Build environment) seperti : jalan raya, taman, dsb
3. Lingkungan Sosial
4. Lingkungan yang di Modifikasi
Sementara
itu, Vietch dan Arkkelin (1995) menetapkan bahwa psikologi lingkungan
merupakan suatu area dari pencarian yang bercabang dari sejumlah
disiplin, seperti biologi, geologi, psikologi, hukum, geografi, ekonomi,
sosiologi, kimia fisika, sejarah, filsafat, beserta sub disiplin dan
rekayasanya.
D. Ambient Condition & Architectural Features
AMBIENT
CONDITION ialah Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi
individu.. Menurut Rahardjani (1987) dan Ancok (1988) beberapa kualitas
fisik yang mempengaruhi perilaku, seperti : kebisingan, temperature,
kualitas udara, pencahayaan dan warna.
Ancok
(1989), keadaan bising dan temperature yang tinggi akan mempengaruhi
emosi para penghuni. Emosi yang semakin kurang dapat di control akan
mempengaruhi hubungan sosial di dalam dan di luar rumah. Menurut
Rahardjani (1987) kebisingan juga mengakibatkan menurunya kemampuan
untuk mendengar dan turunya konsentrasi belajar anak. Holahan (1982)
tingginya suhu dan polusi udara paling tidak menimbulkan dua efek, yaitu
efek kesehatan dan efek perilaku.
ARCHITECTURAL
FEATURES yang tercakup di dalamnya adalah setting yang bersifat
permanent. Misalnya di dalam suatu ruangan, yang termasuk di dalamnya
antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap, serta pengaturan perabot
dan dekorasi. Di dalam architectural features meliputi lay out tiap lantai, desain dan perlakuan ruang dalam dan sebagainnya..